Aceh Utara,harian62.info -
Setelah bertahun-tahun perjuangan panjang masyarakat tani, mahasiswa, dan berbagai elemen rakyat, langkah penting akhirnya tercapai. Bupati Aceh Utara resmi menandatangani petisi tuntutan masyarakat terkait konflik agraria berkepanjangan dengan PTPN IV Regional 6 Cot Girek yang telah menjadi simbol perampasan tanah rakyat selama puluhan tahun.
Penandatanganan petisi tersebut menjadi babak baru dalam perjuangan rakyat untuk mendapatkan kembali hak-haknya atas tanah yang selama ini dirampas oleh korporasi. Aksi penyerahan petisi dilakukan di tengah peringatan Hari Tani Nasional 24 September 2025, yang disambut penuh semangat oleh masyarakat dari berbagai kecamatan seperti Cot Girek, Pirak Timu, dan Payabakong.
Dalam petisi tersebut, masyarakat menyampaikan tujuh poin tuntutan utama yang menjadi dasar perjuangan mereka:
- Membatalkan rekomendasi Bupati Aceh Utara terhadap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN IV Regional 6 Cot Girek, Pirak Timu, dan Payabakong karena terbukti merugikan rakyat, merampas tanah, dan mengabaikan kepentingan masyarakat.
- Menata ulang tapal batas desa serta mengembalikan hak milik tanah masyarakat dan hak kolektif gampong yang selama ini dirampas oleh perusahaan.
- Mendesak pemerintah menjalankan kewajiban Public Service Obligation (PSO) dalam proses pengembalian tanah agar tanah digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan korporasi.
- Meminta Kapolda Aceh untuk menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pamdal PTPN IV Regional 6.
- Mendesak Kejati Aceh dan BPKP melakukan audit menyeluruh atas kerugian masyarakat dan negara selama dua periode perpanjangan HGU PTPN IV Cot Girek.
- Mengutuk keras pelanggaran HAM berupa perampasan tanah, intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan terhadap rakyat yang memperjuangkan haknya.
- Menyerukan terwujudnya reforma agraria sejati demi keadilan sosial, kedaulatan rakyat atas tanah, dan masa depan generasi bangsa sesuai amanat UUPA No. 5 Tahun 1960.
Perwakilan masyarakat menyebutkan bahwa penandatanganan petisi oleh Bupati menjadi sinyal penting bahwa pemerintah daerah mulai mendengar suara rakyat. Namun, mereka menegaskan bahwa langkah ini belum cukup tanpa realisasi konkret di lapangan.
“Ini bukan akhir, ini adalah awal dari langkah nyata. Kami akan terus mengawal proses ini sampai tanah kami benar-benar dikembalikan. Negara tidak boleh tunduk pada korporasi,” tegas salah satu perwakilan petani.
Konflik agraria di wilayah Cot Girek, Pirak Timu, dan Payabakong telah berlangsung puluhan tahun. Ribuan hektare tanah yang merupakan lahan garapan rakyat secara turun-temurun kini dikuasai oleh perusahaan negara melalui HGU. Praktik tersebut menimbulkan ketimpangan, kemiskinan, dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat yang mempertahankan haknya.
Penandatanganan petisi ini menjadi momentum bersejarah dalam perjuangan rakyat Aceh Utara. Masyarakat berharap langkah ini dapat membuka jalan bagi penyelesaian konflik agraria secara adil, berpihak kepada rakyat, dan sejalan dengan cita-cita reforma agraria sejati di Indonesia.
0 Komentar