Advokat Bawa-Bawa Suku dalam Kasus Pemukulan Satpam Publik Geram:Ini Bukan Pembelaan, Ini Provokasi!

                                                                   (Dok.Istimewah)

KETAPANG,harian62.info -

Ketenangan Bumi Ketapang yang selama ini dijaga dengan nilai-nilai persaudaraan mendadak terusik oleh pernyataan panas seorang advokat.


Dalam video yang beredar luas di media sosial, advokat tersebut secara terbuka menyebut identitas suku dari klien yang ia dampingi dalam kasus dugaan pemukulan terhadap seorang satpam perusahaan.


Lebih dari sekadar pembelaan, sang advokat bahkan melontarkan ancaman: bila pelaku tidak ditangkap dalam 3x24 jam, maka “suku tersebut akan bertindak.”


Nada suaranya tegas, penuh emosi, dan sarat tekanan namun juga menebar bara yang berpotensi membakar harmoni sosial.


Publik pun geram. Ucapan semacam itu dinilai tidak pantas, provokatif, dan mencederai marwah profesi advokat.


Profesi Mulia Tak Layak Jadi Alat Provokasi

Dalam sistem hukum, advokat adalah officium nobile profesi mulia yang menegakkan hukum dengan akal sehat dan integritas.


Namun kali ini, seorang advokat justru menjadikan identitas suku sebagai tameng emosional pembelaan.


“Advokat itu seharusnya memadamkan api, bukan menyiramkan bensin,” ujar seorang pemerhati hukum di Ketapang.


Indonesia adalah bangsa majemuk.

Kata-kata berbau SARA, sekecil apa pun, bisa menjadi bara yang cepat menyala — apalagi jika diucapkan oleh seorang penegak hukum.


Kode Etik Advokat: Bukan Sekadar Formalitas

Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwa setiap advokat wajib menjaga kehormatan, integritas, dan profesionalitas dalam menjalankan tugasnya.


Pasal 4 huruf (a) menyebut:

“Advokat wajib menjunjung tinggi hukum, kebenaran, dan keadilan serta bertindak jujur, berintegritas, dan bertanggung jawab.”


Sedangkan Pasal 6 huruf (b) menegaskan:

“Advokat dilarang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan hukum atau moralitas untuk mempengaruhi proses hukum.”


Ucapan ancaman berbasis suku jelas melanggar kedua prinsip tersebut.


Itu bukan lagi advokasi, melainkan penyimpangan etik dan potensi pelanggaran hukum.


SARA Adalah Api Sekali Menyala, Sulit Dipadamkan

Ketapang selama ini dikenal sebagai wilayah damai, masyarakatnya hidup berdampingan lintas etnis dengan semangat gotong royong.


Pernyataan sang advokat seperti menusukkan pisau ke jantung harmoni sosial yang telah lama terbangun.


“Jangan rusak persaudaraan hanya karena emosi sesaat. Ini negeri hukum, bukan negeri ancaman,” tegas seorang tokoh adat Ketapang.


Advokat Boleh Keras, Tapi Tak Boleh Mengancam

Advokat boleh tegas membela kliennya, tapi tegas bukan berarti mengancam.


Keras bukan berarti kasar.

Dan pembelaan bukan berarti menakut-nakuti aparat dengan kekuatan massa berbasis suku.


“Advokat bukan orator jalanan. Ia penegak hukum yang bicara dengan argumentasi, bukan agitasi,” ujar seorang dosen hukum di Pontianak.


Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memiliki kewenangan menindak pelanggaran etik semacam ini mulai dari teguran keras, skorsing, hingga pencabutan izin praktik.


Sebab ketika advokat kehilangan etikanya, keadilan kehilangan wibawanya.

Negara Hukum Tak Boleh Takluk pada Tekanan Massa

Kasus pemukulan terhadap satpam adalah perkara pidana murni.

Penyelesaiannya harus berbasis hukum dan bukti, bukan identitas suku atau ancaman.

Menyeret nama kelompok atau etnis ke ranah hukum adalah langkah mundur bagi keadilan.          “Hukum itu bicara bukti, bukan suku. Bicara fakta, bukan fanatisme,” ujar seorang pengamat hukum di Kalbar.


Penutup: Saat Etika Ditinggalkan, Keadilan Kehilangan Arti

Pernyataan advokat yang membawa-bawa suku bukan bentuk pembelaan itu provokasi yang menodai kehormatan profesi.


Keadilan tidak boleh digiring oleh tekanan.

Negara hukum berdiri karena logika, bukan karena ancaman.

“Ini bukan advokasi, ini bara api.”


Jika advokat tak lagi berpegang pada etika, maka yang terbakar bukan hanya nama baiknya — tapi kepercayaan publik terhadap hukum itu sendiri.


Membela boleh, tapi jangan mengadu suku.

Berjuanglah dengan argumentasi, bukan intimidasi.

Karena keadilan hanya hidup di tangan mereka yang beretika.


Redaksi Harian62 Info – Tim Investigasi & Hukum

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung