Aceh Utara,harian62.info -
Penandatanganan petisi tuntutan masyarakat terkait konflik agraria antara rakyat dan PTPN IV Regional 6 Cot Girek oleh Bupati Aceh Utara bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari babak baru perlawanan rakyat.
Salah satu tokoh masyarakat Aceh Utara mengingatkan bahwa masyarakat tidak boleh terlena hanya karena petisi tersebut telah dibubuhi tanda tangan kepala daerah. Menurutnya, dokumen itu bukan sekadar simbol, tetapi senjata perjuangan yang harus terus dikawal hingga seluruh tuntutan benar-benar diwujudkan.
“Jangan pernah merasa puas. Poin-poin tuntutan itu butuh pengawalan yang ketat. Jangan biarkan menjadi kertas mati tanpa makna. Petisi ini harus menjadi pegangan dalam menekan pemerintah—baik Bupati maupun Sekda—agar benar-benar menuntaskan konflik rakyat dengan perusahaan,” tegasnya, Kamis (25/9/2025).
Ia menegaskan bahwa rakyat telah terlalu lama dirugikan oleh praktik perampasan tanah atas nama HGU dan kepentingan korporasi. Karena itu, konsistensi dan kekuatan kolektif menjadi kunci untuk memastikan pemerintah tidak lagi berpihak kepada perusahaan, melainkan kepada kepentingan rakyat.
“Penandatanganan hanyalah langkah awal. Jangan biarkan kekuasaan bermain-main dengan nasib petani. Kita harus tetap turun ke jalan, tetap bersuara, dan terus mengawasi setiap langkah pemerintah hingga hak-hak rakyat benar-benar dikembalikan,” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, petisi yang diserahkan oleh masyarakat berisi tuntutan pembatalan rekomendasi perpanjangan HGU PTPN IV Cot Girek, penyelesaian konflik agraria di wilayah Cot Girek, Pirak Timu, dan Payabakong, serta pengembalian tanah rakyat yang telah dikuasai perusahaan selama puluhan tahun.
Perjuangan rakyat Aceh Utara kini memasuki fase baru: dari tanda tangan menuju tindakan nyata. Tekanan rakyat harus terus diperbesar sampai keadilan benar-benar ditegakkan dan tanah kembali ke tangan petani!
(BS)
0 Komentar