Batam,harian62.info -
Dugaan praktik reklamasi ilegal di kawasan pesisir Kampung Nelayan Tanjung Uma, Kota Batam, kian menguat. Setelah aktivitas penimbunan laut disorot warga karena tanpa kejelasan legalitas, kini muncul fakta baru: pekerjaan tersebut diduga dikerjakan oleh PT OMA, menggunakan material tanah hasil tambang ilegal dari bukit yang belum teridentifikasi sumbernya.
Pantauan lapangan menunjukkan, truk-truk bermuatan tanah hilir-mudik menuju lokasi penimbunan di tepi laut Tanjung Uma hampir setiap hari, bahkan hingga malam. Warga menyebut aktivitas ini meningkat dua pekan terakhir dan dilakukan secara sistematis.
“Kami sering lihat truk keluar-masuk, tanahnya banyak, tapi nggak jelas dari mana asalnya. Kalau resmi, pasti ada dokumen pengangkutan. Ini semua tertutup,” ujar salah satu warga setempat.
Sumber di lapangan menuturkan, material tanah untuk reklamasi itu diduga berasal dari potongan bukit tanpa izin di kawasan hinterland Batam. Aktivitas tersebut dilakukan diam-diam dengan modus cut and fill, baik siang maupun malam.
“Kalau dilihat dari jenis tanahnya, mirip dengan tanah dari bukit yang baru-baru ini dibabat di kawasan Batu Besar Nongsa. Tapi belum jelas apakah itu sumbernya. Yang pasti, ini bukan tanah resmi hasil galian berizin,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya.
Kuat dugaan, jaringan pemasok tanah untuk proyek reklamasi tersebut memanfaatkan jalur tambang ilegal demi menekan biaya operasional. Jika terbukti, maka PT OMA dapat dijerat dua pelanggaran sekaligus reklamasi tanpa izin dan penggunaan material tambang ilegal.
Masyarakat Tanjung Uma meminta Wakil Wali Kota Batam dan BP Batam segera melakukan sidak gabungan bersama DLH, Dinas Perhubungan, aparat kepolisian, dan TNI AL.
“Jangan hanya lihat dari jauh. Turun langsung, periksa izin reklamasi dan asal tanahnya. Ini sudah merusak lingkungan dan bisa jadi tindak pidana,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
Selain merusak ekosistem pesisir, reklamasi liar ini mengancam mata pencaharian nelayan serta memperparah sedimentasi di wilayah perairan sekitar. Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi memicu konflik sosial dan bencana ekologis jangka panjang.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak PT OMA maupun instansi terkait mengenai legalitas proyek reklamasi dan sumber material tanah tersebut.
Sejumlah aktivis lingkungan mendesak Pemko Batam dan BP Batam untuk tidak menutup mata.
“Kalau reklamasi dan tambang ilegal ini dibiarkan, berarti pemerintah memberi ruang bagi perusakan lingkungan yang terencana. Ini harus dihentikan sebelum menimbulkan bencana ekologis,” ujar salah satu aktivis lingkungan di Batam.
Masyarakat berharap penegakan hukum dilakukan secara tegas.
“Batam bukan lahan bebas untuk tambang ilegal dan reklamasi liar. Hentikan sebelum laut kami habis ditimbun,” tutup seorang warga dengan nada tegas.

0 Komentar