Putussibau,harian62.info -
Aktivitas perkebunan kelapa sawit milik PT Equator Sumber Rezeki (ESR) di Desa Senunuk, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, kembali menjadi sorotan publik. Investigasi lapangan yang dilakukan Tim Monitoring Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kalbar menemukan adanya indikasi bahwa kegiatan usaha PT ESR berada sangat berdekatan dengan kawasan konservasi Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) — dua wilayah strategis yang menjadi benteng ekologi di perbatasan Indonesia–Malaysia. 24 Oktober 2025.
Pihak perusahaan membantah tudingan tersebut. Hendra Siswanto, perwakilan manajemen PT ESR, menegaskan bahwa pihaknya beroperasi di wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) dan mengantongi izin resmi dari Pemerintah Daerah Kapuas Hulu.
> “PT ESR beroperasi sesuai izin yang sah. Tidak ada kegiatan di kawasan hutan lindung atau taman nasional. Kami juga sudah melakukan kajian High Conservation Value (HCV) bersama tenaga ahli independen dari IPB dan SBL,” ujar Hendra.
Menurut Hendra, perusahaan telah menyiapkan kantong konservasi dalam wilayah konsesi dan aktif mendukung kegiatan sosial masyarakat, termasuk pelatihan penanggulangan kebakaran dan kerja sama dengan Balai KSDA serta Balai Besar TNBKDS untuk pelestarian satwa liar di koridor hutan sekitar dua taman nasional tersebut.
Zona Aman yang Dipertanyakan: Legalitas Administratif vs Risiko Ekologis
Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS), Sadtata Noor Adirahmanta, membenarkan bahwa lahan PT ESR berada di luar batas taman nasional. Namun, ia menegaskan jarak kegiatan perusahaan tersebut hanya sekitar 50 meter dari garis batas konservasi.
> “Secara administratif memang legal karena izinnya diterbitkan oleh pemerintah daerah. Tapi jarak sedekat itu jelas menimbulkan potensi dampak ekologis terhadap kawasan konservasi,” tegas Sadtata.
Ia menambahkan, penggunaan pupuk kimia dan pestisida dari aktivitas sawit berpotensi merembes ke ekosistem air Danau Sentarum, yang merupakan kawasan lahan gambut dan habitat penting bagi berbagai spesies endemik.
Temuan Tim Monitoring AWI: Zona Penyangga Masih Abu-Abu dan Rawan Pelanggaran
Hasil penelusuran Tim Investigasi AWI Kalbar menunjukkan bahwa area konsesi PT ESR berada di zona penyangga (buffer zone) yang belum memiliki batasan dan regulasi teknis tegas di tingkat daerah. Secara hukum administrasi boleh beroperasi, tetapi dari sisi ekologis, rawan memicu kerusakan lintas batas konservasi.
Pemerhati hukum lingkungan menilai, meski izin Hak Guna Usaha (HGU) diterbitkan pemerintah daerah, kewajiban kajian AMDAL mendalam tetap mutlak, karena lokasi perkebunan bersinggungan langsung dengan dua taman nasional yang memiliki fungsi konservasi strategis.
> “Legalitas administratif tidak berarti bebas tanggung jawab ekologis. Zona penyangga wajib dikelola secara kolaboratif agar tidak terjadi aliran limbah, erosi, atau gangguan terhadap habitat satwa liar seperti orangutan dan enggang,” jelas salah satu ahli lingkungan Kapuas Hulu kepada Tim AWI.
Analisis Hukum: Izin Perlu Ditinjau dan Dievaluasi Ulang
Berdasarkan kajian Tim Monitoring AWI bersama pakar hukum lingkungan, terdapat beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar atau diabaikan oleh aktivitas PT ESR:
1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
Pasal 19 ayat (1) melarang kegiatan yang mengubah keutuhan kawasan suaka alam dan zona inti taman nasional.
Pasal 33 ayat (1) mengancam pelanggar dengan pidana hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp200 juta.
→ Artinya, aktivitas di luar batas 50 meter pun dapat dinilai melanggar apabila terbukti memengaruhi fungsi ekologis taman nasional.
2. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 35 huruf e–f melarang penggunaan ruang lindung yang tidak sesuai peruntukan.
Pasal 69 ayat (1) memberi dasar pencabutan izin dan pemulihan fungsi ruang.
→ Aktivitas sawit yang mengganggu fungsi lindung Danau Sentarum berpotensi melanggar RTRW dan Perda Zonasi Kapuas Hulu.
3. PP No. 71 Tahun 2014 jo. PP No. 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan Ekosistem Gambut
Melarang pengubahan fungsi ekosistem gambut lindung untuk budidaya.
→ Sekitar Danau Sentarum terdapat lahan gambut dalam, yang seharusnya tidak boleh dibuka untuk sawit.
4. Permen LHK No. P.76/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2015
Pasal 14 ayat (1) menyatakan zona penyangga berfungsi melindungi ekosistem taman nasional dari gangguan luar.
→ Kegiatan perkebunan dengan jarak 50 meter dari kawasan konservasi berpotensi melanggar fungsi zona penyangga.
Tim AWI: Perizinan Harus Dievaluasi Menyeluruh
Tim Monitoring AWI Kalbar menilai bahwa pemerintah daerah dan pihak terkait perlu segera meninjau dan mengevaluasi ulang seluruh izin yang diberikan kepada PT ESR, termasuk izin lokasi, HGU, dan dokumen AMDAL. Hal ini penting untuk memastikan kesesuaian dengan ketentuan nasional terkait konservasi, tata ruang, dan perlindungan gambut.
> “Izin boleh sah di atas kertas, tapi jika bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan dan konservasi, maka perlu ditinjau ulang. Jangan sampai legalitas administratif justru menjadi tameng bagi pelanggaran ekologi,” tegas Koordinator Investigasi AWI Kalbar dalam pernyataannya.
Meski PT ESR mengantongi izin resmi, kedekatan lokasi perkebunan dengan Taman Nasional Danau Sentarum menuntut pengawasan lintas lembaga dan audit lingkungan komprehensif.
Pemerintah daerah, BBTNBKDS, dan BKSDA Kalbar diminta segera melakukan pemetaan ulang zona penyangga serta penegakan hukum atas potensi pelanggaran lingkungan.
Transparansi, penegakan hukum, dan keterlibatan publik menjadi kunci untuk mencegah konflik ruang dan bencana ekologis di masa mendatang.
(BG/Tim 01)

0 Komentar