SIMALUNGUN,harian62.info -
Warga di sekitar Jalan Besar Pekan Bahapal, Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun, mempertanyakan kualitas serta transparansi pengerjaan proyek drainase (leningan) yang kini tengah berlangsung di kawasan tersebut.
Pantauan harian62.info di lapangan, proyek itu tidak memiliki papan informasi (plank proyek) sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa pelaksana kegiatan sengaja tidak menampilkan sumber dana, nilai proyek, serta pihak kontraktor yang bertanggung jawab.
Selain itu, material yang digunakan tampak berupa batu padas atau batu kapur yang mudah hancur, yang secara teknis tidak direkomendasikan untuk pekerjaan struktur drainase atau dinding penahan tanah karena memiliki daya rekat dan ketahanan rendah terhadap air.
Menariknya, di lokasi terlihat keberadaan mesin molen, namun menurut sejumlah warga, alat tersebut hanya sebagai formalitas, sebab mayoritas pekerjaan dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.
Warga Pertanyakan Kualitas dan Transparansi Seorang warga setempat, Saragih (45), mengaku kecewa dengan pelaksanaan proyek tersebut.
“Batu yang dipakai itu mudah hancur, apalagi kalau hujan deras. Ini proyek sepertinya asal jadi. Kami juga bingung, tidak ada papan proyeknya. Jadi kami tidak tahu siapa yang kerjakan dan dari anggaran mana,” ujar Saragih kepada media ini, Senin (7/10/2025).
Senada dengan itu, tokoh masyarakat setempat, M. Damanik (52), menilai proyek tersebut minim pengawasan dari instansi teknis.
“Kalau pakai batu kapur begini, drainase bisa rusak dalam hitungan bulan. Harusnya pemerintah tegas meninjau kualitas bahan dan cara kerja di lapangan,” katanya.
Tidak Pasang Papan Proyek, Langgar Aturan Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap proyek pemerintah wajib menampilkan informasi publik melalui pemasangan papan proyek, yang mencantumkan sumber anggaran, waktu pelaksanaan, dan pihak pelaksana kegiatan.
Ketiadaan plank proyek dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif, bahkan berpotensi menjadi indikasi penyimpangan anggaran apabila ditemukan ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan di lapangan.
Selain itu, penggunaan material di bawah standar bisa dijerat berdasarkan Pasal 55 dan 56 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Konstruksi Bangunan, serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan sehingga dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Warga Minta Pemerintah Bertindak Tegas Masyarakat berharap Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Simalungun bersama Inspektorat Daerah segera meninjau ulang dan melakukan audit lapangan terhadap proyek tersebut.
“Kalau memang proyek pemerintah, ya harus transparan dan berkualitas. Jangan sampai uang rakyat dihambur-hamburkan untuk pekerjaan asal jadi,” tegas Damanik menutup perbincangan.
📝 Reporter: Hendra D.
📍 Editor: Tim Redaksi harian62.info
0 Komentar