SIMALUNGUN,harian62.info –
Sepuluh hari sudah Boni Marantika meninggal dunia, namun misteri di balik kepergiannya justru semakin gelap. Hasil otopsi yang semestinya menjadi kunci mengungkap penyebab kematian hingga kini tidak kunjung dipublikasikan. Pihak manajemen PTPN IV Kebun Bah Jambi terkesan menutup rapat mulut, sementara isu dugaan penganiayaan terus menyeruak.
Jejak Awal: Sewa Lahan Berujung Malapetaka
Boni bersama kelompoknya disebut-sebut terlibat dalam aktivitas “pencurian dengan modus sewa lahan” di Afdeling II. Skema ini diduga melibatkan oknum PKWT berinisial RN. Dalam praktiknya, ada istilah uang koordinasi Rp500 ribu. Namun, menurut keterangan salah seorang rekan korban, uang itu bahkan belum sempat ditransfer.
Di luar dugaan, pada dini hari 22 September 2025, Boni ditemukan dalam kondisi kritis di Kantor Korkam. Selang beberapa jam, ia dinyatakan meninggal dunia saat dalam perjalanan menuju rumah sakit terdekat. Fakta ini justru memunculkan kecurigaan: bagaimana mungkin seseorang yang masih bernegosiasi urusan sewa lahan tiba-tiba berakhir di pos keamanan dalam keadaan kritis?
Borgol, BKO, dan Dugaan Kekerasan
Kecurigaan makin kuat setelah muncul kabar adanya oknum BKO yang sempat meminjam borgol kepada petugas PKWT Afdeling I. Informasi ini berkembang di tengah masyarakat Huta Korem dan Bukit Bayu. Dugaan pun mengarah pada kemungkinan korban sempat mengalami tindak kekerasan, baik oleh oknum PKWT maupun aparat keamanan perkebunan.
Jika benar demikian, maka kematian Boni tidak bisa dilepaskan dari indikasi penganiayaan. Namun anehnya, bukti medis berupa hasil otopsi justru dikabarkan “disembunyikan” dari publik.
Rahasia Otopsi dan Isu Perdamaian
Sampai hari ini, hasil otopsi belum diumumkan. Pertanyaan pun mencuat: apa yang sebenarnya hendak ditutupi? Mengapa laporan medis yang seharusnya menjadi bukti objektif justru menghilang dari perhatian publik?
Lebih janggal lagi, sejumlah warga mengaku mendengar adanya upaya manajemen untuk melakukan perdamaian dengan pihak keluarga korban. Jika benar, hal ini bisa menimbulkan tafsir liar: apakah perdamaian menjadi jalan pintas untuk menutup kasus?
Publik Menuntut Transparansi
Kematian Boni Marantika kini bukan hanya urusan keluarga, melainkan sudah menjadi isu publik. Dugaan adanya praktik “sewa lahan ilegal”, keterlibatan oknum pekerja perkebunan, serta kemungkinan kekerasan hingga berujung kematian, semuanya menuntut jawaban transparan.
Tanpa kejelasan hasil otopsi dan sikap terbuka dari pihak manajemen, kasus ini berpotensi menambah daftar panjang dugaan penyalahgunaan wewenang di lingkungan perkebunan besar. Misteri kematian Boni pun seolah menjadi cermin buram bagaimana praktik kekuasaan dan kepentingan bisa menelan korban jiwa.
Apakah kebenaran akan terungkap, ataukah kasus ini akan terkubur bersama isu perdamaian tertutup? Publik masih menunggu keberanian aparat penegak hukum untuk menyingkap tabir gelap di balik kematian Boni Marantika.
(Hd/Tim, harian62.info)
0 Komentar