Batam,harian62.info -
Polemik dugaan pungutan uang jaminan (DP) Rp2,5 juta di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK) Batam kini bergeser menjadi pertarungan moral antarwakil rakyat. Di satu sisi, Ruslan Sinaga, Anggota DPRD Kota Batam (Komisi II, Dapil Bengkong Batu Ampar, Hanura), tampil membela warga kecil yang mengadu dipersulit saat berobat. Di sisi lain, sikap Muhammad Musofa, Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Komisi III, Dapil Kepri V Batam) partai NasDem justru menuai sorotan tajam publik.
Sorotan muncul setelah Musofa menyampaikan pernyataan di media yang dinilai membela manajemen RSBK dan meneruskan pengaduan rumah sakit terhadap Ruslan Sinaga ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Batam. Langkah itu dipertanyakan, mengingat Komisi III DPRD Kepri membidangi infrastruktur dan pembangunan bukan urusan teknis pelayanan kesehatan rumah sakit di Kota Batam.
Secara daerah pemilihan, Musofa berasal dari Dapil Kepri V Batam (Sagulung, Batu Aji, Sekupang, dan Belakang Padang), sementara lokasi RSBK berada di luar wilayah tersebut. Fakta ini memunculkan tanya publik: atas dasar kepentingan siapa Musofa tampil paling depan dalam polemik yang sejatinya menyangkut warga di luar dapilnya?
Kecurigaan publik kian menguat setelah beredar informasi bahwa Kepala Pengembangan Bisnis RSBK, dr. Afifah Noor Fadhillah, diduga memiliki hubungan keluarga dengan Muhammad Musofa. Informasi itu belum dibantah secara terbuka. Jika benar, publik menilai ada potensi konflik kepentingan serius-terlebih dr. Afifah disebut sebagai pihak yang melaporkan Ruslan Sinaga ke BK DPRD Batam.
“Kalau benar ada hubungan keluarga, publik berhak bertanya: apakah ini pembelaan institusi, atau pembelaan keluarga?” ujar Wisnu Hidayatullah, Ketua DPW Gerakan Indonesia Adil Sejahtera (GIAS) Kepulauan Riau.
Ruslan menambahkan, meski rumah sakit berjanji DP akan dikembalikan setelah BPJS diaktifkan, uang tersebut belum juga kembali meski pasien telah selesai dirawat. “Sudah dua minggu katanya masih proses. Padahal itu uang pinjaman,” katanya.
Ia mengaku datang ke RSBK secara baik-baik untuk meminta penjelasan dasar pemungutan DP dan alasan keterlambatan pengembalian. Namun, ia justru menunggu lebih dari satu jam tanpa kepastian bertemu manajemen. “Kalau saya saja diperlakukan seperti itu, bagaimana masyarakat biasa?” tegasnya.
Sikap tersebut dinilai publik tidak seimbang karena tidak disertai sikap kritis terhadap dugaan praktik pelayanan rumah sakit yang memberatkan pasien. “Yang satu mempertaruhkan posisi demi rakyat kecil, yang satu lagi sibuk menjaga citra institusi yang diduga bermasalah,” ujar seorang pengamat kebijakan publik di Batam.
Kini publik menyaksikan kontras tajam: anggota DPRD kota membela rakyat kecil dari dapilnya, berhadapan dengan anggota DPRD provinsi yang dituding lebih sibuk membela rumah sakit bahkan diduga membela kepentingan keluarga. Polemik ini tak lagi sekadar soal etika berbicara di rumah sakit, melainkan telah menjelma menjadi ujian integritas dan konflik kepentingan wakil rakyat.
Menutup pernyataan sikapnya, DPW Gerakan Indonesia Adil Sejahtera (GIAS) Kepulauan Riau menyatakan akan melaporkan Muhammad Musofa ke BK DPRD Provinsi Kepri, dan ke Ketua DPW Partai NasDem Kepri, seraya menuntut penilaian yang adil: bukan hanya soal nada suara, tetapi juga keberpihakan dan etika kekuasaan di baliknya.
(MRW)

0 Komentar