Batam,harian62.info -
Aktivitas cut and fill atau pemotongan bukit di kawasan Teluk Mata Ikan, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, kembali menuai sorotan tajam. Proyek yang disebut-sebut dikelola PT Seri Indah untuk pembangunan resort itu dipertanyakan legalitasnya oleh warga dan insan pers.
Keluhan datang dari masyarakat, khususnya nelayan. Mereka menilai aktivitas tersebut telah menimbulkan kerusakan lingkungan. Setiap kali hujan deras, limbah tanah dari lokasi proyek mengalir ke laut dan mencemari ekosistem pesisir. Kondisi ini mengancam keberlangsungan biota laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama nelayan setempat.
“Kalau benar ada izin, mestinya ada konsultasi publik. Kami tidak pernah dilibatkan,” ungkap seorang warga Teluk Mata Ikan, Jumat (6/9/2025).
Tidak Ada Papan Proyek Resmi
Pantauan lapangan menunjukkan adanya papan pengawasan dari BP Batam di lokasi kegiatan. Namun, tidak ditemukan papan proyek resmi yang mencantumkan legalitas PT Seri Indah. Lahan yang digarap diperkirakan mencapai puluhan hektare, dan aktivitas cut and fill sudah berlangsung lebih dari satu tahun.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada peninjauan langsung dari Pemerintah Kota Batam, baik Wali Kota Muhammad Rudi maupun Wakil Wali Kota Amsakar Achmad. Padahal, sebelumnya Pemko pernah melakukan sidak ke beberapa lokasi cut and fill lain, seperti di Teluk Tering dan sekitar Hotel Vista.
Diduga Tak Miliki Dokumen Lingkungan
Warga menduga proyek ini tidak mengantongi dokumen lingkungan seperti AMDAL, UKL-UPL, maupun SPPL. Padahal, sesuai aturan, setiap kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan wajib melewati kajian dampak lingkungan dan melibatkan masyarakat melalui konsultasi publik.
“Kami berharap Kapolda Kepri, Irjen Asep, menurunkan Ditkrimsus untuk sidak ke lokasi. Begitu juga Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam agar segera meninjau langsung,” tegas seorang warga lainnya.
Jika dugaan pelanggaran ini terbukti, warga mendesak agar aparat penegak hukum bertindak tegas. “Kalau Pemko tidak berani menindak, kami minta Mabes Polri turun tangan. Menteri ATR juga jangan tutup mata, karena banyak proyek serupa diduga dibekingi pihak tertentu,” tambahnya.
Regulasi yang Dilanggar
Setiap aktivitas cut and fill di Batam wajib mengantongi izin BP Batam sebagai otoritas lahan, serta rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam. Untuk lahan di atas 5 hektare, perusahaan wajib memiliki AMDAL. Sementara lahan di bawahnya tetap harus dilengkapi UKL-UPL atau SPPL.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan, kegiatan berpotensi merusak lingkungan wajib dikaji secara ilmiah dan melibatkan masyarakat terdampak.
Kasus Serupa Berulang
Persoalan cut and fill ilegal bukan hal baru di Batam. Pada 2023, Pemko Batam sempat menghentikan proyek di Teluk Tering karena tidak memiliki dokumen lingkungan. Kasus serupa juga muncul di sekitar Hotel Vista, di mana lumpur dari lokasi cut and fill menimbulkan banjir di jalan raya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kepulauan Riau sebelumnya menegaskan, lemahnya pengawasan Pemko Batam dan BP Batam membuka celah bagi oknum pengusaha untuk merusak lingkungan.
Media dan Publik Akan Kawal
Insan pers menegaskan akan terus mengawal persoalan cut and fill di Teluk Mata Ikan. Masyarakat pun berharap kasus ini tidak berakhir tanpa kejelasan, seperti yang kerap terjadi di lokasi lain.
“Bagi kami, persoalan cut and fill bukan hanya soal tata ruang. Ini menyangkut keberlangsungan hidup nelayan dan kelestarian lingkungan pesisir Batam,” pungkas warga.
(MR W)
0 Komentar