DPC Projo Karimun: Dugaan Mafia Impor Granit & Premix Lewat Skema FTZ

Karimun,harian62.info -

Dugaan penyalahgunaan fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) mencuat di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Dokumen transaksi yang diperoleh redaksi memperlihatkan impor granite stone dan premix stone dari pemasok di Singapura ke salah satu perusahaan galangan kapal di daerah ini.


Barang yang diimpor dinilai tidak relevan dengan kegiatan usaha penerima. Galangan kapal pada umumnya tidak memerlukan batu granit maupun premix dalam proses produksinya. Ironisnya, Karimun merupakan salah satu daerah penghasil batu granit terbesar di Indonesia, dengan tambang aktif dan pasokan melimpah untuk ekspor.


Transaksi Fantastis, Celah Bebas Pajak

Berdasarkan dokumen invoice, nilai pengiriman batu granit dan premix tersebut mencapai ratusan juta rupiah. Pembayaran dilakukan lintas negara melalui perbankan internasional.


Pengiriman memanfaatkan fasilitas FTZ yang membebaskan barang dari bea masuk dan pajak impor. Skema ini memberi peluang bagi pelaku usaha untuk menekan biaya, namun juga membuka celah penyalahgunaan.


Informasi yang dihimpun menunjukkan dugaan bahwa sebagian barang yang masuk tidak digunakan di dalam kawasan FTZ, melainkan dialihkan keluar tanpa prosedur resmi. “Begitu masuk FTZ, barang langsung bebas bea masuk. Kalau ada yang mengatur supaya barang keluar tanpa bayar pajak, negara bisa rugi besar. Hal seperti ini hampir mustahil tanpa keterlibatan orang dalam,” ujar seorang sumber internal pelabuhan, Senin (11/8/2025).


Jaringan Oknum hingga Pengelola Kawasan

Sejumlah pihak menduga praktik ini melibatkan jaringan terorganisasi, mulai dari eksportir di Singapura, importir fiktif di Karimun, hingga oknum di pelabuhan dan pengelola kawasan FTZ.


Seorang mantan pejabat pelabuhan menilai, mulusnya proses masuk barang yang tidak sesuai izin usaha penerima menunjukkan adanya kelalaian atau keterlibatan pihak pengelola. “Kalau sampai barang seperti ini lolos tanpa pertanyaan, hanya ada dua kemungkinan: lalai atau ikut bermain. Kalau ikut bermain, ini sudah kejahatan lintas negara,” ujarnya.


Dugaan Limbah B3

Selain indikasi penggelapan pajak, premix yang diimpor diduga mengandung material limbah konstruksi yang berpotensi masuk kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jika benar, hal ini dapat menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.


Ketua DPC Projo Karimun, Wisnu Hidayatullah, menyatakan pihaknya akan mengawal kasus ini hingga ke tingkat nasional. “Kami menduga ada penyelundupan berkedok impor legal memanfaatkan celah FTZ. Negara berpotensi rugi miliaran rupiah dan lingkungan terancam. Karimun ini penghasil granit untuk ekspor, jadi buat apa galangan kapal impor granit dari luar negeri? Ini bukan sekadar administrasi, ini mafia,” kata Wisnu.


Pola Modus & Potensi Kerugian Negara

Berdasarkan pola yang terungkap, modus yang diduga digunakan adalah:

1. Mengimpor barang dengan memanfaatkan fasilitas bebas bea masuk FTZ.

2. Mengalihkan barang keluar kawasan tanpa membayar pajak atau bea keluar.

3. Menggunakan penerima barang yang izinnya tidak relevan, sehingga menutupi tujuan sebenarnya.


Jika skema ini dijalankan secara berulang, potensi kerugian negara bisa mencapai miliaran rupiah per tahun, belum termasuk dampak lingkungan jika barang yang diimpor mengandung limbah berbahaya.


Desakan Audit Menyeluruh

Aktivis dan pemerhati perdagangan perbatasan mendesak audit menyeluruh terhadap dokumen impor di FTZ Karimun setidaknya dalam dua tahun terakhir. Langkah ini dinilai penting untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan fasilitas perdagangan bebas yang merugikan negara.


Jika terbukti, kasus ini dapat menjadi salah satu skandal terbesar penyalahgunaan fasilitas FTZ di perbatasan Indonesia, sekaligus memperlihatkan rapuhnya sistem pengawasan di jalur perdagangan internasional.


(Mr W)

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung