Rokok Ilegal Marak di Bengkayang, AWI Pontianak Temukan Cukai Aspal dan Minta APH Bertindak

Bengkayang,harian62.info -

Diwilayah perbatasan Kalimantan Barat, praktik penyelundupan barang ilegal semakin marak dan dilakukan secara terang-terangan. Hasil pantauan Tim Monitoring Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kota Pontianak di Kabupaten Bengkayang kembali menemukan peredaran rokok ilegal berbagai merek seperti ERA, ORIS, dan sejumlah rokok tanpa pita cukai lainnya yang dijual bebas di warung-warung hingga kios kecil.


Tim AWI menegaskan bahwa kondisi ini sudah berada pada tahap mengkhawatirkan, karena rokok ilegal tersebut menggunakan pita cukai palsu (cukai aspal) dan dipasok oleh jaringan toke yang sudah lama beroperasi tanpa tersentuh hukum. Masyarakat meminta aparat penegak hukum (APH) turun tangan menindak tegas para pengedar dan pemasok utama yang selama ini dianggap kebal hukum.

Tidak hanya rokok, minuman keras asal Malaysia, sayuran segar, serta pakaian bekas impor (bal/lelong) di terus masuk setiap hari melalui jalur tidak resmi. Bahkan sebagian besar aktivitas keluar-masuk barang itu melampaui batas yang ditentukan dalam Perjanjian Malindo (Border Trade Agreement), yang seharusnya membatasi jenis dan jumlah barang konsumsi hanya untuk kebutuhan pribadi.


Regulasi Sudah Jelas, Penegakan Hukum yang Dipertanyakan :

1. Rokok & Minuman Keras Ilegal

* UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai:

• Semua rokok dan minuman beralkohol wajib dilekati pita cukai asli.

• Produk tanpa pita cukai adalah barang ilegal dan wajib disita.

* PMK 67/PMK.04/2018:

• Mengatur mekanisme pengawasan barang kena cukai dan sanksi pidana atas penyelundupan.

2. Larangan Pakaian Bekas Impor

* Permendag No. 40 Tahun 2022:

• Pakaian bekas impor dilarang keras masuk ke Indonesia karena merusak industri tekstil dan berisiko bagi kesehatan.

* UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan:

• Impor ilegal dapat dipidana dan barang wajib disita.


3. Sayuran Selundupan & Pelanggaran Lintas Batas

* UU No. 21 Tahun 2019 (Karantina Pertanian):

 • Produk pertanian wajib pemeriksaan karantina, sertifikat kesehatan, dan masuk lewat PLBN resmi.

 * Perjanjian Malindo BTA:

  • Batasan barang konsumsi hanya untuk kebutuhan pribadi, bukan untuk diperdagangkan.


Akar Masalah: Dugaan Ada Backing dan Keterlibatan Oknum

Dari berbagai sumber yang dihimpun, maraknya barang ilegal yang masuk dan beredar bebas diduga karena adanya backing dari oknum tertentu, lengkap dengan pengawalan dan armada yang seharusnya digunakan untuk tugas negara.


Ironisnya, barang selundupan itu tidak menyumbang satu rupiah pun untuk negara, tetapi fasilitas publik seperti jalan, jembatan, dan pos pengawasan justru rusak akibat aktivitas mereka.


Sementara itu, pemerintah terus menekan warga dan pelaku usaha legal dengan berbagai pajak, aturan, dan kewajiban kepatuhan. Industri dalam negeri yang patuh membayar cukai dan mempekerjakan ribuan tenaga kerja justru makin tertekan oleh serbuan barang selundupan tanpa hambatan.


Kepercayaan Publik Menurun: “Siapa yang Masih Merah Putih?”


Ketika hukum tidak berjalan dan mafia penyelundupan diduga dilindungi oknum, masyarakat merasa hanya dijadikan ladang keuntungan. Kepercayaan publik pun terkikis.


Kini muncul pertanyaan mendasar yang disuarakan masyarakat:

“Kepada siapa masyarakat dapat percaya, dan instansi mana yang oknumnya masih benar-benar merah putih?”


Pertanyaan ini bukan sekadar keluhan, tetapi jeritan publik yang menuntut kepastian hukum, keberanian aparat, dan integritas negara dalam memberantas penyelundupan di kawasan perbatasan.


(Bsg/Tim)

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung