Aceh Utara,harian62.info -
Serikat Tani Aceh (SETIA) menilai Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh telah berpaling dari semangat reforma agraria dan keadilan rakyat. Dalam konflik agraria yang melibatkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN di Cot Girek, masyarakat menuduh BPN tidak berpihak pada rakyat, melainkan lebih melindungi kepentingan korporasi. 9 November 2025.
Langkah Kanwil BPN Aceh yang terus memproses perpanjangan HGU PTPN Cot Girek dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap penderitaan rakyat dan pengkhianatan terhadap amanat UUPA serta semangat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA No.5 Tahun 1960) yang seharusnya melindungi hak-hak petani kecil dan masyarakat adat.
> “BPN Aceh seharusnya menjadi garda terdepan membela hak rakyat atas tanah. Tapi yang terjadi hari ini, mereka justru berdiri di sisi perusahaan. Ini bukan sekadar kelalaian ini bentuk nyata pengkhianatan terhadap mandat reforma agraria,” ujar salah satu perwakilan masyarakat Cot Girek di lokasi blokade.
Masyarakat juga menilai, tindakan BPN yang turun ke lapangan tanpa menyelesaikan terlebih dahulu konflik kepemilikan tanah dengan warga merupakan bukti nyata bahwa lembaga negara tersebut gagal menjalankan asas keadilan dan keberpihakan kepada rakyat.
Lebih lanjut, masyarakat mengingatkan bahwa tanah yang dikuasai PTPN di Cot Girek bukan tanah kosong, melainkan MAKAM para pahlawan Aceh dan tanah milik rakyat, dan dijaga oleh warga selama puluhan tahun. Mereka menegaskan, setiap langkah pemerintah yang melanjutkan HGU tanpa penyelesaian konflik terlebih dahulu adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip keadilan agraria.
> “Kami tidak akan tinggal diam. Jika BPN terus memaksakan proses perpanjangan HGU, maka rakyat akan menganggap lembaga tersebut telah menjadi alat perusahaan untuk menindas petani,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
Masyarakat Cot Girek menuntut agar:
1. Kanwil BPN Aceh menghentikan seluruh proses pengukuran dan perpanjangan HGU PTPN Cot Girek.
2. Menteri ATR/BPN RI segera mengevaluasi dan memeriksa kinerja Kanwil BPN Aceh atas dugaan pelanggaran prinsip reforma agraria.
3. Pemerintah daerah Aceh Utara tidak tunduk pada tekanan perusahaan dan mendukung perjuangan rakyat dalam mempertahankan tanah mereka.
Bagi masyarakat, perjuangan ini bukan sekadar mempertahankan lahan, melainkan mempertahankan martabat dan hak hidup petani. Tanah bagi mereka bukan sekadar aset, melainkan sumber kehidupan dan identitas.
> “Kami sudah terlalu sering dikhianati. Jika negara tidak hadir untuk rakyat, maka rakyat akan berdiri sendiri,” tutup pernyataan dalam rilis resmi serikat tani Aceh (SETIA).
(BS)

0 Komentar