Aceh Utara,harian62.info -
Ratusan warga dari Kecamatan Cot Girek, Pirak Timu, dan Paya Bakong mendatangi Mapolres Aceh Utara untuk mengawal pemanggilan empat warga yang ditetapkan sebagai tersangka terkait laporan dugaan pengeroyokan saat aksi damai pada 1 Oktober 2025. Publik menilai langkah kepolisian menetapkan warga sebagai tersangka tanpa pemeriksaan awal sebagai bentuk dugaan kriminalisasi terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak agraria.24 November 2025.
Pemanggilan tersebut menuai sorotan setelah nama empat warga langsung dicantumkan sebagai tersangka dalam surat panggilan pertama yang dikirim pada 14 November 2025, tanpa ada proses klarifikasi atau pemeriksaan sebelumnya. Surat panggilan kedua juga dikirim kepada dua warga lain pada 21 November 2025.
“Bentuk pemanggilan seperti ini menunjukkan indikasi kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak agraria. Kami hadir untuk memastikan proses hukum berjalan terbuka dan adil,” ujar salah seorang tokoh masyarakat di lokasi aksi.
Kronologi Kejadian 1 Oktober 2025
Aksi blokade jalan angkutan sawit dilakukan masyarakat Cot Girek sejak 27 September hingga 6 Oktober 2025 sebagai respons atas dugaan perluasan dan penyerobotan lahan oleh PTPN IV Regional 6 hingga melewati batas HGU 7.500 hektare.
Pada 1 Oktober 2025 sekitar pukul 11.00 WIB, saat massa sedang melakukan zikir di lokasi aksi Desa Kampung Tempel, seorang pekerja PTPN IV bernama Alam Syah masuk ke kerumunan dan menarik Ketua Aliansi Masyarakat Tani Bergerak, Dwijo Warsito. Massa mendorong pelapor ke luar barisan untuk mencegah kericuhan. Insiden tersebut kemudian dilaporkan sebagai dugaan pengeroyokan.
LBH: Penetapan Tersangka Prematur dan Cacat Prosedur
YLBHI–LBH Banda Aceh menilai tindakan Polres Aceh Utara menetapkan warga sebagai tersangka tanpa melalui tahap penyelidikan sebagai bentuk kriminalisasi.
Menurut LBH, unsur pidana pada Pasal 170 KUHP tidak terpenuhi karena tidak terjadi kekerasan nyata, tidak ada korban luka, serta konteks kejadian merupakan situasi massa yang berupaya meredam potensi benturan.
“Patut diduga demi memihak PTPN IV, Polres Aceh Utara main potong kompas. Penetapan tersangka tanpa penyelidikan adalah tindakan sangat tidak profesional dan harus menjadi perhatian Komisi Reformasi Polri,” tegas Muhammad Qodrat, Kepala Operasional YLBHI–LBH Banda Aceh, dalam keterangan tertulis.
LBH juga meminta Pemerintah Daerah segera merespons tuntutan masyarakat dan mendorong penyelesaian sengketa lahan 19 desa, serta meminta perusahaan menghentikan praktik kriminalisasi terhadap warga.
Tuntutan Masyarakat
Warga menegaskan bahwa mereka tidak menolak proses hukum, namun menuntut agar penanganan perkara dilakukan secara prosedural dan imparsial. Masyarakat meminta Polres Aceh Utara untuk:
1. Menjamin hak pendampingan hukum bagi seluruh warga yang dipanggil.
2. Memeriksa seluruh pihak secara imparsial, termasuk pihak yang diduga memprovokasi massa.
3. Menghentikan kriminalisasi terhadap perjuangan agraria masyarakat.
4. Tidak menjadikan konflik lahan sebagai dasar penindasan atau pembungkaman hak warga.
(B$)

0 Komentar