Aceh Utara,harian62.info -
Ratusan makam kuno yang berada dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN I Coet Girek kembali menjadi sorotan. Salah satunya adalah makam Tengku Batee Puteeh, seorang ulama besar, tokoh kerajaan Samudra Pasai, sekaligus pahlawan Aceh yang sangat dihormati.
Hari ini, masyarakat Gampong Coet Girek Pirak Timu yang tergabung dalam Serikat Tani Aceh Utara (SETARA) dan dipimpin oleh Komando KOPA (Konsorsium Peduli Agraria) turun langsung ke lokasi makam. Mereka bergotong-royong membersihkan sejumlah makam yang sudah tertutup semak dan pelepah sawit. Namun, yang lebih memprihatinkan, sebagian makam bersejarah tersebut sudah diratakan dan ditanami sawit oleh pihak perusahaan.
Ketua umum KOPA sekaligus pimpinan aliansi masyarakat Tani Aceh Utara menegaskan, tindakan ini bukan sekadar perampasan lahan, tetapi juga merupakan penistaan sejarah, budaya, dan pelanggaran hukum.
“Makam adalah situs sejarah yang dilindungi oleh undang-undang. Negara wajib menjaga dan melestarikannya. Apa yang dilakukan di kawasan ini adalah bentuk penjarahan kuburan dan penghancuran peradaban. Kami mendesak pemerintah daerah, provinsi, hingga pusat untuk mengambil langkah tegas,” ujarnya.
Pelanggaran Undang-Undang
Tindakan PTPN ini berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 66 menegaskan bahwa setiap orang yang merusak atau menghilangkan cagar budaya dapat dipidana penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang mewajibkan negara melindungi warisan budaya, termasuk makam bersejarah.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 406, yang mengatur tentang perusakan benda atau tempat yang memiliki nilai sejarah dan keagamaan.
Masyarakat Menolak Penghancuran Sejarah.
Masyarakat menilai, keberadaan makam kuno seperti makam Tengku Batee Puteeh adalah bukti nyata peradaban dan kejayaan Islam di Aceh, khususnya di Samudra Pasai. Penghancuran situs ini dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap leluhur dan identitas Aceh.
“Ini bukan hanya masalah tanah, ini soal martabat dan sejarah Aceh. Jika negara tidak hadir, berarti negara ikut membiarkan peradaban kita dihancurkan,” tegas tokoh masyarakat setempat.
Masyarakat melalui aliansi SETARA dan KOPA menegaskan akan terus memperjuangkan penyelamatan makam-makam kuno tersebut dan mendesak pemerintah untuk mencabut izin HGU PTPN Coet Girek yang terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap hukum, sejarah, dan nilai kemanusiaan.
(BS)
0 Komentar