Aceh Utara,harian62.info -
Pertemuan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara dengan PTPN,terkait konflik agraria PTPN Cot Girek kembali menuai kekecewaan. Pasalnya, hasil pertemuan hanya menghasilkan kesepakatan “pemetaan ulang”, yang dinilai KOPA tidak menyentuh akar persoalan.
KOPA menilai langkah Pemkab tersebut hanya menjadi upaya untuk meredam konflik tanpa keberpihakan nyata kepada rakyat. Bahkan, dugaan konspirasi pun mencuat, karena kasus yang terjadi di Cot Girek bukanlah sekadar sengketa tanah, melainkan telah mencederai hukum nasional dan qanun Aceh.
Pelanggaran Berat PTPN Cot Girek
Dalam catatan masyarakat, PTPN Cot Girek telah melakukan serangkaian pelanggaran, antara lain:
Penyerobotan lahan masyarakat yang sudah digarap turun-temurun.
Kekerasan fisik terhadap warga dalam mempertahankan tanah.
Perusakan lingkungan dengan menanam sawit di bantaran sungai, yang jelas melanggar aturan konservasi.
Penanaman sawit di bahu jalan, yang mengganggu akses publik.
Menguasai kawasan sakral dan fasilitas umum di dalam HGU, termasuk pemakaman umum, kuburan keramat, mesjid, hingga fasilitas pemerintahan seperti kantor camat, Koramil, dan Polsek.
Dasar Hukum yang Dilanggar
Beberapa regulasi yang dilanggar oleh PTPN Cot Girek antara lain:
1. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960
Pasal 6: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.”
Pasal 15: “Pemegang hak atas tanah wajib memelihara tanah, termasuk kesuburan, dan mencegah kerusakan lingkungan.”
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 69 ayat (1) huruf h: larangan melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan lingkungan.
3. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA Aceh)
Pasal 156: memberikan kewenangan khusus bagi Aceh dalam pengelolaan sumber daya alam.
Pasal 162: menegaskan peran pemerintah daerah dalam melindungi hak-hak masyarakat adat/ulayat.
4. Qanun Aceh No. 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh
Melarang penggunaan sempadan sungai dan kawasan lindung untuk perkebunan sawit.
5. Qanun Aceh No. 14 Tahun 2002 tentang Perlindungan Tanah Ulayat
Menjamin tanah adat dan tanah ulayat tidak boleh dikuasai atau dialihkan secara sewenang-wenang kepada pihak ketiga.
Dengan sederet pelanggaran tersebut, KOPA menilai Pemkab Aceh Utara justru menutup mata. Tidak ada sanksi tegas yang dijatuhkan kepada PTPN Cot Girek, padahal tindakan mereka sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat karena mengorbankan hak hidup masyarakat, merusak lingkungan, dan merampas ruang sosial budaya rakyat.
“Pemkab seharusnya berdiri di sisi rakyat, bukan melindungi korporasi. Apa yang dilakukan ini jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional, UUPA Aceh, dan qanun Aceh. Jika ini terus dibiarkan, kami menilai Pemkab ikut berkonspirasi dengan perusahaan,” ujar ketua KOPA.
Ketua Umum KOPA: Pertemuan di Bupati Adalah Kriminalisasi
Ketua Umum KOPA menegaskan bahwa pertemuan di Kantor Bupati Aceh Utara sama sekali tidak mewakili aspirasi rakyat. Menurutnya, langkah pemetaan ulang hanyalah akal-akalan yang justru mencederai amanah rakyat.
“Pertemuan itu adalah bentuk kriminalisasi pemerintah daerah terhadap rakyat. Pengukuran ulang bukan tuntutan rakyat, itu hanya keinginan segelintir orang yang sudah dikondisikan. Yang rakyat inginkan jelas: HGU PTPN Cot Girek tidak boleh diperpanjang!” tegasnya.
Ia menambahkan, pelanggaran yang dilakukan PTPN Cot Girek terlalu banyak untuk dianggap sederhana. “Ini sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat yang harus diusut tuntas. Dan kami, atas nama rakyat Aceh Utara, menolak keras perpanjangan HGU Cot Girek. Apa yang terjadi di kantor bupati kemarin tidak sedikit pun mewakili rakyat, itu hanya rekayasa segelintir orang yang tidak jelas asal-usulnya,” pungkasnya.
Masyarakat mendesak agar DPRK Aceh Utara, Pemerintah Aceh, hingga Presiden RI segera turun tangan, membatalkan rencana perpanjangan HGU, serta melakukan audit menyeluruh terhadap PTPN Cot Girek.
“Jika pemerintah tetap membiarkan, ini bukan hanya pengkhianatan terhadap rakyat Aceh, tetapi juga pengkhianatan terhadap hukum dan qanun yang berlaku di bumi Aceh,” tutup ketua KOPA dalam pernyataannya.
(Banta Sulaiman)
0 Komentar