Pengangguran di Indonesia Tembus 7,28 Juta Orang, 14,6 Persennya dari Sarjana dan Jenjang Pendidikan Tinggi

Jakarta,harian62.info - 

Angka pengangguran di Indonesia hingga Februari 2025, pada data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 7,28 juta orang. Angkanya terus meningkat, bertambah sekitar 83 ribu orang dibanding tahun sebelumnya (2024). Dari jumlah tersebut, sebesar 14,6 persennya merupakan pengangguran bergelar sarjana dari jenjang pendidikan tinggi Diploma IV, S1, S2, S3.


Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, "Data tersebut merupakan angka kenaikan tertinggi dibandingkan pengangguran dari level pendidikan lainnya (jenjang dasar-menengah). Sebelum Februari 2024, pengangguran di level sarjana dari jenjang pendidikan tinggi hanya 12,2 persen dari total pengangguran di seluruh Indonesia," papar Amalia dikutip dari KOMPAS, Sabtu (10/5/2025).


Secara umum data kesempatan kerja, Amalia menjelaskan, "Angkatan kerja bertambah, dari yang semulanya 3,67 juta orang, kini naik menjadi 153,05 juta. Dari jumlah itu masih besar yang belum terserap ke pasar kerja, termasuk lulusan baru dan ibu rumah tangga yang mencari kerja.


Peningkatan juga terlihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang kini mencapai 70,60%. Menariknya, partisipasi kerja perempuan tumbuh lebih cepat dibanding laki-laki. Selain itu, BPS mencatat penduduk usia kerja di Indonesia mencapai 216,79 juta orang pada Februari 2025, meningkat 2,79 juta orang dari Februari 2024. Dari jumlah tersebut, angkatan kerja tercatat sebanyak 153,05 juta orang, bertambah 3,67 juta orang dalam setahun terakhir.


"Adapun gelombang PHK masih terjadi sampai awal 2025. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah PHK pada Januari-Februari 2025 saja PHK mencapai 18.610 orang," tambahnya.


Struktural dan Daya Saing

Dilain pihak, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Riza Annisa Pujarama menilai, naiknya angka pengangguran di Indonesia timbul akibat maraknya PHK di industri manufaktur. PHK ini terjadi sejak semester kedua 2024.


“Pemicu derasnya PHK tersebut diantaranya karena pelemahan daya beli, ada juga karena faktor daya saing yang kurang dengan produk impor, dan beberapa perusahaan merelokasi pabriknya ke luar negeri,” kata Riza, pada inilahcom, Sabtu (10/5/2025).


Riza menjelaskan, jumlah pengangguran yang diumumkan BPS itu adalah angka yang besar dan bisa menjadi beban bagi perekenomian Indonesia, dalam kaitan ini pihaknya menilai "Ada permasalahan struktural dalam ekonomi Indonesia yang memang perlu dibenahi, ditambah juga adanya faktor global,” kata Riza.


Jumlah pegawai sektor informal, dipaparkan olehnya, naik ke angka 59.4 persen, sedangkan pekerja sektor formal turun. Tidak hanya itu, kata Riza, jumlah pekerja setengah pengangguran dan pekerja paruh waktu juga naik.


"Itu artinya, penduduk yang bekerja pun, belum tentu mendapatkan pendapatan layak untuk memenuhi kehidupannya. Disamping itu, banyaknya pekerja di sektor informal berarti potensi penerimaan perpajakan dalam negeri hilang," jelasnya.


INDEF meyakini, solusi mengatasi permasalahan ini diantaranya perlu dilakukan percepatan transformasi sesuai Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.


Selain itu, kata Riza, "Pemerintah juga perlu menjaga ekosistem bisnis yang lebih kondusif untuk menekan risiko investasi. Terakhir, daya beli masyarakat perlu didorong melalui belanja Pemerintah yang menciptakan dampak berganda pada penciptaan kerja," tandasnya.


Keterangan Foto :

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti.



[JONASH62]

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung