Jakarta,harian62.info -
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) geram dengan tindakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rossa Purbo Bekti yang mengawal eks kader PDI-P sekaligus saksi kunci, Saeful Bahri, ke persidangan. Saeful dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk memberikan keterangan dalam sidang perkara dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.
Politikus PDI-P Guntur Romli menyampaikan, pihaknya khawatir pengawalan Rossa terhadap Saeful Bahri merupakan bentuk intimidasi lantaran eks kader PDI-P itu memberikan keterangan di muka persidangan.
“Kami ingin menyampaikan kekhawatiran kami atas intimidasi dan tekanan terhadap saksi-saksi yang bukan dari penyidik dan penyelidik KPK yang kami khawatirkan mengalami intimidasi, ancaman,” kata Guntur Romli saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/5/2025).
“Karena saya sendiri melihat tadi, saksi Saeful Bahri itu dikawal oleh penyidik KPK Rossa sampai depan ruang sidang,” ucapnya.
Guntur lantas mempertanyakan urgensi penyidik untuk mengawal saksi yang dihadirkan oleh jaksa. Terlebih, Rossa merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidik dalam perkara Harun Masiku.
“Kok bisa saksi yang harusnya dihadirkan oleh jaksa penuntut umum tapi dikawal oleh penyidik langsung, oleh kasatgas langsung, yaitu Rossa. Saya melihat sendiri, dia mengantar Saeful Bahri itu sampai ke depan ruang sidang,” kata Guntur. Saeful Bahri adalah salah satu tokoh kunci dalam kasus suap Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI melalui proses PAW pada 2020. Dia berperan sebagai perantara suap dari Harun Masiku kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI.
Ia ikut menyerahkan uang suap sebesar Rp 600 juta dari total komitmen yang disebut mencapai Rp 1,5 miliar kepada Wahyu Setiawan. Saeful Bahri tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 bersama Wahyu Setiawan dan eks Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina. Pada Mei 2020, dia dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor Jakarta selama satu tahun dan delapan bulan penjara serta denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
Guntur lantas mempertanyakan urgensi penyidik untuk mengawal saksi yang dihadirkan oleh jaksa. Terlebih, Rossa merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidik dalam perkara Harun Masiku.
“Kok bisa saksi yang harusnya dihadirkan oleh jaksa penuntut umum tapi dikawal oleh penyidik langsung, oleh kasatgas langsung, yaitu Rossa. Saya melihat sendiri, dia mengantar Saeful Bahri itu sampai ke depan ruang sidang,” kata Guntur. Saeful Bahri adalah salah satu tokoh kunci dalam kasus suap Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI melalui proses PAW pada 2020. Dia berperan sebagai perantara suap dari Harun Masiku kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI.
Uang pelicin itu diberikan kepada Wahyu supaya KPU menetapkan Harun sebagai anggota DPR menggantikan calon anggota legislatif (caleg) yang sah, yaitu Riezky Aprilia. Dalam kasus ini, Saeful Bahri membantu menyusun strategi dan menjadi bagian dari komunikasi antara Harun Masiku dan Wahyu Setiawan.
Ia ikut menyerahkan uang suap sebesar Rp 600 juta dari total komitmen yang disebut mencapai Rp 1,5 miliar kepada Wahyu Setiawan. Saeful Bahri tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 bersama Wahyu Setiawan dan eks Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina. Pada Mei 2020, dia dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor Jakarta selama satu tahun dan delapan bulan penjara serta denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
Sumber : Kompas.com
0 Komentar