ARUN DPD Bali dan ARUN DPC Kab.Tabanan Menyoroti Kepastian Hukum & Aturan di Bali

Bali,harian62.info -

Lagi-lagi Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) Bali dan ARUN Kab. Tabanan mendengar keluhan masyarakat akan isu-isu yang saat ini sedang viral, di antaranya Polemik Lift Kelingking.Rabu, 26 November 2025.


Ketua Arun Kabupaten Tabanan yang akrab disapa Bang Alianto serta atas restu Pimpinan ARUN Pusat dan ARUN Provinsi Bali yang diwakili oleh Sekretaris yang akrab disapa Gung De menyatakan di depan awak media bahwa sebaiknya diuji ke jalur hukum dengan menggugat ke pengadilan saja. Pelarangan Gubernur Bali tersebut dianggap tidak berkeadilan, sebab investor bukannya tidak berizin, akan tetapi izinnya belum lengkap. Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan dan suka-suka. Tentu ada regulasi yang diatur dan harus dijalankan. Semua kekuasaan ada batas-batasnya serta juga harus menghormati kekuasaan pemerintahan lainnya baik Pemkab, Pemprov maupun Pemerintah Pusat.


Jadi itu bukan bangunan ilegal apalagi jika sudah menyetor ke kas daerah dan sudah jadi PAD serta masuk APBD dan dipakai Pemkab Klungkung, yang artinya dana investor sudah diberikan ke rakyat Klungkung. Begitu juga masyarakat setempat mendukung untuk kesejahteraan mereka di masa depan. Bahkan konon sudah juga memberikan kontribusi ke masyarakat. Itu bangunan yang sudah berizin tetapi belum komplit. Hal ini harus menjadi catatan bagi semua lapisan masyarakat dan Anda tidak boleh diam! Berbeda maknanya dengan bangunan tanpa izin. Artinya apakah kurangnya perizinan harus dipenuhi syaratnya atau ada yang harus dilengkapi yang kurang. Jika memang sudah tidak sesuai tentu sejak awal sudah ditolak, bukan sudah mau selesai baru dihentikan. Nilai proyek Rp200 miliar itu bukan angka yang kecil, angka yang pasti investor sudah melakukan upaya terbaik secara prosedur dengan berinteraksi ke pemerintah untuk perizinannya. Siapa yang berani spekulasi dengan proyek senilai segitu? Lalu siapa tanggung jawab atas uang investor yang sudah masuk ke kas daerah? Masyarakat harus kita edukasi agar paham alur aturan ini sesungguhnya muaranya ke mana?.


Selama Pemerintah Provinsi pilih kasih maka bisa memunculkan sentimen negatif jika kemajuan Nusa Penida selalu dianggap saingan Bali Selatan dalam berebut kue pariwisata di Bali. Sebab banyak pemanfaatan tebing di Bali Selatan aman-aman saja, sementara di Nusa Penida diperlakukan sebaliknya. Selalu banyak hambatan untuk menjadi world class tourism walau potensinya sangat luar biasa.


Ayo kapan Rockbar dibongkar?? Kapan yang belah-belah tebing di Bali Selatan diproses hukum?



Di Bali Selatan juga ada lift turun di tebing. Jika itu tidak dilakukan, maka masyarakat Nusa Penida berhak juga mempertanyakan. Sudah saatnya ketandusan Nusa Penida berubah menjadi daerah Gemah Ripah Loh Jinawi. Dan itu dengan pariwisata.


Apa beda nasib lift di Nusa Penida dengan lift di Badung? Apa beda bar di atas karang di Badung dengan bangunan di pinggir tebing di Nusa Penida? Apa beda loloan yang diurug di Badung yang dikelola investor dengan penataan cut off tebing di Nusa Penida?


Problem terbesar dalam penegakan hukum adalah perlakuan yang sama tidak berbeda yang disebut equality before the law.



Mampukah pemerintah kita? Ahh, kalau melihat kenyataan saat ini kok jauh ya.


Sekali lagi, ini bicara soal betapa perizinan begitu tidak jelasnya di republik ini, termasuk di Bali. Batas kewenangan Pemkab, Pemprov dan Pemerintah Pusat tidak akan pernah dipahami oleh investor asing. Yang mengerti ya pemerintahan itu sendiri. Kalau soal ide bangunannya bisa pro dan kontra, tetapi soal mekanisme perizinan seharusnya sama dan ada kepastian hukum yang jelas. Kami bukan budak atau pro siapapun, akan tetapi kami MENYOROTI kepastian hukum dan aturan yang berkeadilan di negeri ini.



Salam, ARUN
(ADVOKASI RAKYAT UNTUK NUSANTARA) BALI

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung