Tanggapi Kasus Penangkapan Ketum GEPAK Surohman S.H: Hati-Hati, Jangan Ada Drama Jebakan OTT


PRINGSEWU,harian62.info – 

Menyusul klarifikasi Ketua Umum Gerakan Pembangunan Anti Korupsi (GEPAK) Lampung, Wahyudi, terkait penangkapannya oleh jajaran Polda Lampung, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PC GP Ansor Pringsewu, Surohman S.H, memberikan tanggapanya. 



Menurutnya, kasus ini tidak bisa dilihat secara sepotong. Ada aspek penting yang harus disorot karena menyangkut fungsi kontrol sosial LSM, kebebasan berpendapat, dan semangat pemberantasan korupsi.



“Kalau benar ada dugaan jebakan dengan skema uang damai, ini sangat berbahaya. Bisa menjadi preseden buruk terhadap demokrasi, semangat kritis LSM, Ormas, bahkan pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial,” tegas Surohman, Selasa (23/9/2025).



Surohman menjelaskan bahwa dalam praktiknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) memang bisa dilakukan tanpa surat penangkapan sebagaimana diatur dalam KUHAP, karena tertangkap tangan merupakan keadaan yang dikecualikan.



Namun ia mengingatkan, jangan sampai mekanisme OTT dijadikan alat jebakan.



“OTT itu memang boleh tanpa surat penangkapan, tapi harus murni, jangan sampai ada drama jebakan juga jangan sampai disalahgunakan. Dari klarifikasi Wahyudi, justru terlihat pihak pemberi yang mencari-cari dan memburu. Ini harus diklarifikasi secara tuntas,” katanya.



Surohman meminta aparat kepolisian memastikan proses hukum berjalan jernih dan transparan, tanpa kriminalisasi.



“Polisi harus memastikan tidak ada abuse of power. Jangan sampai fungsi kritis masyarakat sipil dibungkam dengan pola kriminalisasi. Itu akan merusak wajah demokrasi kita,” ujarnya.



Ia menegaskan, LSM adalah mitra strategis negara dalam mengawal jalannya pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945:

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”



Selain itu, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menegaskan fungsi Ormas/LSM sebagai sarana partisipasi dan kontrol sosial masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan.



Lebih jauh, Surohman mendesak agar polisi tidak hanya fokus pada penerima uang, tetapi juga menyelidiki motif pihak pemberi.



“Dalam Pasal 55 KUHP diatur tentang penyertaan. Artinya, pemberi suap atau dugaan jebakan juga harus diperiksa. Jangan sampai hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas,” katanya.



Surohman menekankan pentingnya prinsip audi et alteram partem atau kedua belah pihak berhak didengar.



“Setiap perkara harus dilihat dari dua sisi. Jangan hanya satu versi yang dijadikan dasar, karena itu menyalahi prinsip keadilan,” pungkasnya. 


(dK) 

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung