Sehari Tanpa Nasi : Slogan di Tengah Krisis Beras Karimun

                                                           Oleh Wisnu Hidayatullah, SE

Karimun,harian62.info -

Di tengah lonjakan harga beras yang menekan masyarakat, pemerintah daerah membangun narasi “Sehari Tanpa Nasi, Makan Sagu”. Narasi resmi menyebut program ini sekadar ajakan mengenal pangan lokal, bukan mengganti nasi sebagai makanan pokok. Namun, di lapangan, persepsi publik justru berbeda.


Masyarakat sulit memisahkan ajakan budaya dari kebijakan darurat ketika narasi ini diluncurkan saat harga beras sedang mencekik. Bagi sebagian warga, pesan “tanpa nasi” terdengar seperti ajakan terpaksa karena mahalnya beras, bukan sekadar promosi kearifan lokal.


Sagu memang memiliki manfaat kesehatan dan nilai budaya. Tetapi, pengelolaan sagu di Karimun selama ini minim langkah konkret. Tidak ada industri pengolahan berskala memadai, rantai pasok yang kuat, atau distribusi yang memudahkan masyarakat menjadikannya alternatif sehari-hari.


Pemerintah beralasan program ini untuk mendorong UMKM dan ketahanan pangan. Sayangnya, publik belum melihat peta jalan yang jelas: berapa jumlah pelaku UMKM yang dibina, berapa kapasitas produksi yang ditargetkan, dan bagaimana rencana distribusi. Tanpa angka dan indikator yang terukur, program ini rawan menjadi seremonial yang hanya ramai di hari peluncuran lalu hilang tanpa bekas.


Diversifikasi pangan memang penting, tetapi tidak bisa dilepaskan dari realitas lapangan. Mengajak masyarakat mengurangi nasi harus dibarengi dengan ketersediaan alternatif yang cukup, harga terjangkau, dan kebiasaan konsumsi yang dibentuk secara bertahap. Di Karimun, olahan sagu masih sulit ditemukan secara luas dan stabil.


Pemerintah menyebut “Sehari Tanpa Nasi” hanya ajakan, bukan larangan. Namun, persepsi publik dibentuk oleh konteks sosial-ekonomi. Saat harga beras melambung dan daya beli melemah, slogan ini terasa seperti solusi instan yang dibungkus narasi budaya.


Simbol identitas dan kebanggaan daerah seharusnya tidak berhenti di panggung seremoni. Jika benar sagu adalah kebanggaan Karimun, buktikan dengan industri pengolahan yang kuat, program pembinaan petani, dan pasar yang jelas. Tanpa itu, “Sehari Tanpa Nasi” hanya akan menjadi catatan di kalender kegiatan, bukan jawaban atas krisis pangan.


(MRW)

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung