PTPN IV Regional 6 Kriminalisasi Masyarakat yang Menuntut Penyelesaian Konflik Agraria di Cot Girek

 












Aceh Utara,harian62.info -

PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional 6 kriminalisasi warga yang menuntut penyelesaian sengketa lahan dengan masyarakat 19 desa di Kecamatan Cot Girek dan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara. 


Kriminalisasi terjadi setelah ratusan masyarakat melakukan aksi sejak 27 September hingga 6 Oktober 2025, menuntut penyelesaian konflik agraria dengan dugaan bahwa PTPN IV Regional 6 telah melakukan penyerobotan lahan hingga dua kali lipat dari 7500 hektare luasan HGU-nya. Aksi ini dilakukan dengan memblokir akses pengangkut sawit milik PTPN IV di Desa Tempel, Kec. Cot Girek. 


Pada hari kelima aksi, Rabu, 1 Oktober 2025 sekitar pukul 11.00 WIB, massa aksi yang masih memblokir jalan dengan melakukan zikir bersama didatangi seorang pekerja perusahaan bernama Alam Syah. Ia memasuki kerumunan massa, mencoba memprovokasi dan kemudian menarik ketua aliansi massa aksi, Dwijo Warsito. Massa aksi menghalangi tindakan tersebut dan mendorong Alam Syah keluar dari kerumunan massa. Setelah kejadian ini, Alam Syah membuat laporan ke Polres Aceh Utara dengan tuduhan masyarakat melakukan pengeroyokan terhadap dirinya. 


Polres Aceh Utara memproses laporan tersebut dengan dugaan tindak pidana pengeroyokan. Pada 14 November 2025, lima orang masyarakat yang mendapatkan surat panggilan pertama sebagai tersangka (salah satunya adalah warga yang mengambil video kejadian). Namun masyarakat menolak hadir karena tidak pernah diperiksa sebelum pemanggilan sebagai tersangka. 


Buntutnya, pada 21 November 2025 pihak kepolisian kembali mengirimkan surat panggilan tersangka kepada dua orang warga agar hadir ke Polres Aceh Utara pada Senin, 24 November 2025 untuk memberikan keterangan sebagai tersangka. 


Terhadap peristiwa tersebut, LBH Banda Aceh menilai bahwa ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat yang sedang memperjuangkan ruang hidup dan hak atas tanah mereka. Alih-alih menyelesaikan sengketa sebagaimana tuntutan masyarakat, perusahaan malah balik mengkriminalisasi masyarakat yang tengah menuntut haknya—perihal yang menunjukkan bagaimana perusahaan kelapa sawit milik negara ini masih mewarisi watak kolonial kendati telah puluhan tahun merdeka. Peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober tersebut bukanlah perbuatan pidana sebagaimana dituduhkan oleh perusahaan yang kemudian, celakanya, diamini dengan baik (bahkan tanpa melakukan proses penyelidikan sekalipun) oleh Polres Aceh Utara. 


Masyarakat yang tiba-tiba menerima surat panggilan sebagai tersangka dan tembusan surat pemberitahuan penetapan tersangka kepada Kejaksaan Negeri Aceh Utara adalah hal yang menunjukkan betapa tidak profesionalnya Polres Aceh Utara  dalam menangani suatu perkara. 


“Patut diduga, demi memihak pada PTPN IV Polres Aceh Utara dengan seenak hatinya main potong kompas begitu saja. Masyarakat langsung dijadikan tersangka tanpa melakukan penyelidikan. Ini lucu, dan sudah sepatutnya juga hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian khusus Komisi Reformasi Polri,” kata Muhammad Qodrat


Atas dasar itu, kami mendesak Polres Aceh Utara untuk segera menghentikan proses hukum karena perbuatan yang dilaporkan oleh perusahaan bukanlah tindak pidana. Kemudian kami mendesak Pemerintah Daerah untuk segera merespons tuntutan dari masyarakat terkait konflik agraria yang sedang terjadi di 19 Desa, Kecamatan Cot Girek dan Pirak Timu, Aceh Utara. Kami juga mendesak agar perusahaan segera menghentikan segala proses kriminalisasi terhadap masyarakat yang sedang mempertahankan hak atas tanah dan ruang hidup mereka,"Tutup" Muhammad Qodrat, YLBHI-LBH Banda Aceh (Kepala Operasional).


(B$)

1 Komentar

  1. Kalo gitu cerita nya Kapolres berpihak kepada satu org saja kalo boleh di katakan Kapolres mengambil keputusan siapa yg Kuwat dia pemenang nya sama juga dengan istilahkata siyapa ada uwang itu yg punya keadilan hampir boleh di katakan seperti itu, itu namanya Kapolres Aceh Utara

    BalasHapus

KLIK DISINI untuk bergabung